Senin, 04 Oktober 2021

Webinar Literasi Digital

Hai, sahabat blogger, bapak/ibu guru semua, jumpa lagi dengan admin di blog sederhana ini. Pada kesempatan ini admin akan berbagi sedikit terkait dengan kegiatan Webinar dalam rangka Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 Kabupaten Lombok Barat yang dilaksanakan pada Hari Selasa Tanggal 28 September 2021. Pada webinar ini admin mendapat kepercayaan untuk menjadi narasumber mewakili sekolah tercinta SMA Negeri 1 Lembar.


Acara yang dipandu oleh moderator Idfi Pancani ini juga menghadirkan narasumber nasional Alex Iskandar, MBA, Managing Director IMFocus Digital Consultant dan Astried Finnia Ayu Kirana, Managing Director PT. Astrindo Sentosa Kusuma. Selain itu ada pula seorang public figure Eryvia Maronia sebagai Key Opinion Leader.

Jumat, 17 September 2021

3.2.a.4.1 Eksplorasi Konsep - Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya Pembelajaran

Hai, sahabat blogger, bapak/ibu guru semua, jumpa lagi dengan admin di blog sederhana ini. Sudah cukup lama admin tidak menulis di blog ini. Pada kesempatan ini admin akan berbagi sedikit terkait dengan lanjutan program Pendidikan Guru Penggerak yang telah admin ikuti selama 5 bulan terakhir. Pada minggu ini kegiatan yang dilaksanakan yaitu Eksplorasi Konsep, Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya Pembelajaran. Pada eksplorasi konsep ini kami diberikan 2 kasus untuk ditanggapi dalam forum diskusi.

Forum Diskusi Asinkronus:

Setelah kita membaca penjelasan tentang pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset, Ayo kita lihat ulang jawaban dari pertanyaan pemantik sebelumnya. Selanjutnya mari kita jawab pertanyaan di bawah ini. Kerjakan pula studi kasus di bawah ini, hubungkan dengan materi pendekatan berbasis masalah dan pendekatan berbasis aset, serta Pengembangan Komunitas Berbasis Aset. Studi kasus di bawah ini merupakan kejadian yang diambil dari pengalaman guru yang sebenarnya, namun kami mengganti nama guru, sekolah, atau daerah mana kasus ini terjadi.


Cara Mengerjakan Studi Kasus:

Silakan membaca kedua studi kasus tersebut, lalu menjawab tiap pertanyaan dari studi kasus tersebut. Cara menjawab tiap studi kasus, diawali dengan ‘Jawaban Studi kasus (no):’. 

Contoh Jawaban: Jawaban Studi Kasus 1: Saya melihat kasus Ibu Yuni… Jawaban Studi Kasus 2: Menurut Saya, Pak Parjo seharusnya dapat… 

Minggu, 20 Juni 2021

Mengelola Perubahan dengan Pendekatan Inkuiri Apresiatif

Untuk dapat melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis “finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. Pada tulisan kali ini, saya akan mencoba berbagi tentang paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA) yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan BAGJA. IA atau BAGJA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan.

Selasa, 01 Juni 2021

Aksi Nyata Nilai dan Peran Guru Penggerak

Hai, sahabat blogger, bapak/ibu guru semua, jumpa lagi dengan admin di blog sederhana ini. Pada kesempatan ini admin akan berbagi sedikit terkait dengan aksi nyata modul 1.2 nilai dan peran guru penggerak yang telah admin laksanakan di sekolah.

Menjadi Coach bagi Rekan Sejawat

dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Masa Pandemi

  Oleh

Ahmad Rudi Afandi

Calon Guru Penggerak Kabupaten Lombok Barat


Saat ini hampir seluruh wilayah Indonesia terkena dampak Covid-19 yang merupakan salah satu virus yang menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, infeksi pada paru-paru, hingga kematian. Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar pada pendidikan di Indonesia, di saat kesehatan guru dan siswa menjadi hal yang utama namun pembelajaran di masa Pandemi Covid-19 harus tetap terlaksana dengan baik.

Senin, 31 Mei 2021

Peran Guru Penggerak

    Untuk  bisa  mewujudkan   Profil  Pelajar  Pancasila,   dibutuhkan  pendidik  yang    terampil    dan berkompeten sehingga mampu berkontribusi secara aktif mewujudkan profil tersebut. Pada bagian ini saya   akan   membagikan   peran   yang   perlu   dihidupi  sebagai  Guru  Penggerak yang mendukung perwujudan Profil  Pelajar  Pancasila. Peran dari dari seorang Guru tentunya akan lebih maksimal jika memiliki keterampilan ataupun kompetensi yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.

Terdapat 5 butir peran dari seorang Guru Penggerak:

1.        Menjadi Pemimpin Pembelajaran

Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong wellbeing ekosistem pendidikan sekolah. Pemimpin Pembelajaran berarti seorang Guru Penggerak menjadi seorang pemimpin yang menitikberatkan pada komponen yang terkait erat dengan pembelajaran, seperti kurikulum, proses belajar mengajar, asesmen, pengembangan guru serta komunitas sekolah, dll. Yang dimaksud dengan wellbeing disini terkait dengan kondisi yang sudah berpihak pada murid. Apakah kondisi tersebut sudah membuat murid nyaman untuk belajar? apakah sudah sesuai dengan kebutuhan murid? Apakah lingkungan belajar di sekolah sudah cukup sejahtera agar anak bisa belajar dengan maksimal? Seorang Guru Penggerak tentunya berperan besar dalam membuat lingkungan sekolah yang nyaman untuk para muridnya. Jadi seorang Guru Penggerak diharapkan mampu berperan sebagai pemimpin yang berorientasi pada murid, dengan memperhatikan segenap aspek pembelajaran yang mendukung tumbuh-kembang murid.

Nilai - nilai Guru Penggerak

Bapak/Ibu rekan-rekan Guru sekalian, pada tulisan ini, saya ingin mengajak bapak/ibu untuk mengenali nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak. Nilai-nilai ini yang diharapkan bisa muncul dari para guru Calon Guru Penggerak yang nantinya akan mendukung dalam melaksanakan peran-peran Guru Penggerak, serta mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

Menurut Rokeach (dalam Hari, Abdul H. 2015), nilai merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan standar pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai dalam diri seseorang dapat berfungsi sebagai standar bagi seseorang dalam mengambil posisi khusus dalam suatu masalah, sebagai bahan evaluasi dalam membuat keputusan, bahkan hingga berfungsi sebagai motivasi dalam mengarahkan tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari.

    Kelima nilai dari Guru Penggerak adalah :   Mandiri, Reflektif,   Kolaboratif,    Inovatif,     serta Berpihak pada Murid. Nilai ini yang diharapkan terus tumbuh dan  dilestarikan dalam   diri seorang Guru Penggerak. Kelima ini saling mendukung satu dengan lainnya, dan tentunya diharapkan menjadi pedoman berperilaku untuk seorang Guru Penggerak.

1. Mandiri

Mandiri berarti seorang Guru Penggerak  mampu senantiasa mendorong dirinya sendiri untuk melakukan aksi serta mengambil tanggung jawab atas segala hal yang terjadi pada dirinya. Segala perubahan yang terjadi di sekitar kita maupun pada diri kita, muncul dari diri kita sendiri. Ketika kita hanya menunggu sesuatu untuk terjadi, seringkali hal tersebut tidak pernah terjadi. Karena itu seorang Guru Penggerak diharapkan mampu mendorong dirinya sendiri untuk melakukan perubahan, untuk memulai sesuatu, untuk mengerjakan sesuatu terkait dengan perubahan apa yang diinginkan untuk terjadi.

Guru Penggerak yang mandiri, berarti guru tersebut mampu memunculkan motivasi dalam dirinya sendiri untuk membuat perubahan baik untuk lingkungan sekitarnya ataupun pada dirinya sendiri. Hal ini terutama perlu muncul dalam aspek pengembangan dirinya. Seorang Guru Penggerak termotivasi untuk mengembangkan dirinya tanpa harus menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah ataupun dinas. Guru Penggerak mendorong dirinya untuk meningkatkan kapabilitas dirinya tanpa perlu dorongan dari pihak lain.

2. Reflektif

Reflektif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa merefleksikan dan memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi pada diri sendiri serta pihak lain. Proses perwujudan Profil Pelajar Pancasila, juga perjalanan menjadi Guru Penggerak pastinya akan penuh dengan pengalaman-pengalaman yang bervariasi. Pengalaman-pengalaman ini bisa menimbulkan kesan positif maupun negatif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, Guru Penggerak diajak untuk mengevaluasi kembali pengalaman-pengalaman tersebut, hingga bisa menjadi pembelajaran dan panduan untuk menjalankan perannya di masa mendatang. 

Guru Penggerak yang memiliki nilai reflektif mau membuka diri terhadap pengalaman yang baru dilaluinya, lalu melakukan evaluasi terhadap apa saja hal yang sudah baik, serta apa yang perlu dikembangkan. Apa yang dievaluasi tentu saja beragam, bisa terhadap kekuatan dan keterbatasan diri sendiri, pendapat yang dimiliki oleh diri sendiri, proses, dll. Guru Penggerak yang reflektif tidak hanya berhenti sampai berefleksi namun juga sampai melakukan aksi perbaikan yang bisa dilakukan. Mereka juga senantiasa terbuka untuk meminta dan menerima umpan balik dari orang-orang di sekelilingnya.

3. Kolaboratif

Kolaboratif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa membangun hubungan kerja yang positif terhadap seluruh pihak pemangku kepentingan yang berada di lingkungan sekolah ataupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, seorang Guru Penggerak akan bertemu banyak sekali pihak yang mampu mendukung pencapaian Profil Pelajar Pancasila. Guru Penggerak diharapkan mampu merangkul semua pihak itu.

Guru Penggerak yang menjiwai nilai kolaboratif mampu membangun rasa kepercayaan dan rasa hormat antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya, serta mengakui dan mengelola perbedaan peran yang diemban oleh masing-masing tiap pemangku kepentingan sekolah dalam mencapai tujuan bersama.  Perlu diperhatikan, kolaboratif mampu muncul dalam perilaku seperti kerjasama, berkomunikasi, memahami peran masing-masing pihak dalam suatu situasi tertentu, termasuk memberikan feedback juga merupakan bagian dari kolaborasi.

4. Inovatif

Inovatif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa memunculkan gagasan-gagasan baru dan tepat guna terkait situasi tertentu ataupun permasalahan tertentu. Di tengah perkembangan zaman yang semakin maju, masalah yang muncul pun juga semakin bervariasi. Untuk bisa mengatasi beragam masalah tersebut, diperlukan lah jiwa inovatif dari seorang Guru Penggerak, agar bisa datang dengan penyelesaian masalah yang mungkin tidak biasa namun tepat guna. Seorang Guru Penggerak yang mempunyai nilai inovatif ini, mampu menggunakan nilai reflektifnya dalam mengevaluasi sebuah proses ataupun masalah, dan mencari gagasan-gagasan lainnya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dibutuhkan kejelian dari seorang Guru Penggerak untuk melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya (baik dari guru lain, murid, kepala sekolah, orang tua murid, komunitas lainnya) untuk mendukung ide orisinal demi menguatkan pembelajaran murid.

Nilai inovatif ini juga mendukung keterbukaan para Guru Penggerak terhadap gagasan serta ide lain yang muncul dari luar dirinya untuk memecahkan masalah, mencari informasi lain yang bisa mendukung prosesnya, sudut pandang orang lain yang bisa membantu dirinya dalam menemukan inspirasi pemecahan masalah ataupun mengambil keputusan, hingga pada akhirnya melakukan solusi/aksi nyata untuk mengatasi permasalahan.

5. Berpihak pada Murid

Berpihak pada murid disini berarti seorang Guru Penggerak selalu bergerak dengan mengutamakan kepentingan perkembangan murid sebagai acuan utama. Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak didasari pembelajaran murid terlebih dahulu, bukan dirinya sendiri. Segala hal yang kita lakukan, harus tertuju pada perkembangan murid, bukan pada pemuasan diri kita sendiri, maupun orang lain yang berkepentingan. Sebagai Guru Penggerak yang memiliki nilai ini, kita selalu harus mulai berpikir dari pertanyaan “apa yang murid butuhkan?”, “apa yang bisa saya lakukan untuk membuat proses belajar ini lebih baik?” dll.

   Demikian nilai-nilai guru penggerak yang diharapkan terus tumbuh dan dilestarikan dalam diri seorang Guru Penggerak yang dapat admin bagi pada kesempatan kali ini semoga bermanfaat bagi kita semua. Silahkan berikan komentar pada kolom di bawah.

Profil Pelajar Pancasila

Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa tujuan dari pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara juga mengemukakan bahwa dalam proses menuntun, anak perlu diberikan kebebasan dalam belajar serta berpikir, dituntun oleh para pendidik agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya. Semangat agar anak bisa bebas belajar, berpikir, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan berdasarkan kesusilaan manusia ini yang akhirnya menjadi tema besar kebijakan pendidikan Indonesia saat ini, Merdeka Belajar.

Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga memperkuat tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).

Profil Pelajar Pancasila ini dicetuskan sebagai pedoman untuk pendidikan Indonesia. Tidak hanya untuk kebijakan pendidikan di tingkat nasional saja, akan tetapi diharapkan juga menjadi pegangan untuk para pendidik, dalam membangun karakter anak di ruang belajar yang lebih kecil. Pelajar Pancasila disini berarti pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila. Pelajar yang memiliki profil ini adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya. Dimensi ini adalah: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif.

Keenam dimensi ini perlu dilihat sebagai satu buah kesatuan yang tidak terpisahkan. Apabila satu dimensi ditiadakan, maka profil ini akan menjadi tidak bermakna. Sebagai contoh: ketika seorang pelajar perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah, diperlukan juga kemampuan bernalar kritis untuk melihat permasalahan yang ada. Solusi yang dihasilkan juga perlu mempertimbangkan akhlak kepada makhluk hidup lain yang dapat dimunculkan dari dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Dalam mewujudkan solusinya, ia pun perlu melibatkan orang lain dengan tetap menghargai keragaman latar belakang yang dimiliki (dimensi Gotong Royong dan Berkebinekaan Global).

Untuk lebih jelasnya, berikut adalah sekilas penjelasan mengenai Profil Pelajar Pancasila ini.

1)   Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia.

Murid dengan dimensi profil ini berarti murid tersebut mengamalkan nilai-nilai agama dan kepercayaannya sebagai bentuk religiusitasnya, percaya dan menghayati keberadaan Tuhan serta memperdalam ajaran agamanya yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari sebagai bentuk penerapan pemahaman terhadap ajaran agamanya. Dalam usahanya memperkuat iman dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, murid dengan profil ini juga menghargai segala bentuk ciptaan Nya, baik itu alam tempat ia tinggal, manusia lain, dan yang juga tidak boleh dilupakan, dirinya sendiri. Dengan menghargai hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, orang lain, serta alam, maka seorang murid dapat memenuhi dimensi ini.

2)   Berkebinekaan Global

Murid dengan dimensi profil ini merupakan seorang murid yang berbudaya, memiliki identitas diri yang matang, mampu menunjukkan dirinya sebagai representasi budaya luhur bangsanya, serta terbuka terhadap keberagaman budaya daerah, nasional, global. Hal ini dapat diwujudkan dengan kemampuan berinteraksi secara positif antar sesama, memiliki kemampuan komunikasi interkultural, serta mampu memaknai pengalamannya di lingkungan majemuk sebagai kesempatan pegembangan dirinya.

3)   Gotong Royong

Seorang murid yang memiliki dimensi Gotong Royong berarti murid tersebut mampu berkolaborasi dengan orang lain dan secara proaktif mengupayakan pencapaian kesejahteraan dan kebahagiaan orangorang yang ada dalam masyarakatnya. Murid tersebut juga sadar bahwa Ia tidak hidup sendiri, memiliki kesadaran diri sebagai bagian dari kelompok, sehingga perlu ada usaha dari dirinya untuk membantu pencapaian kebahagiaan kelompoknya.

4)   Mandiri

Seorang murid yang memiliki dimensi mandiri berarti murid tersebut mempunyai prakarsa atas pengembangan diri dan prestasinya dan didasari pada pengenalan kekuatan serta keterbatasan dirinya serta situasi yang dihadapi, dan bertanggung jawab atas proses dan hasilnya. Murid yang memiliki dimensi ini juga mampu mengelola dirinya sendiri (pikiran, perasaan, tindakan) untuk mencapai tujuan pribadinya ataupun tujuan bersama.

5)   Bernalar Kritis

Seorang murid yang memiliki dimensi Bernalar Kritis berarti murid tersebut mampu menggunakan kemampuan nalar dirinya untuk memproses informasi, mengevaluasinya, hingga menghasilkan keputusan yang tepat untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapinya. Murid tersebut mampu menyaring informasi, mengolahnya, mencari keterkaitan berbagai informasi, menganalisa serta membuat kesimpulan berdasarkan informasi tersebut. Dimensi ini juga berarti keterbukaan terhadap berbagai macam perspektif ataupun pembuktian baru (termasuk pada pendapatnya semula yang digugurkan oleh pembuktian baru ini). Keterbukaan ini pun mampu bermanfaat dalam kehidupan murid di masa mendatang karena menumbuhkan murid yang terbuka, mau mengubah pendapatnya, serta menghargai pendapat orang lain.

6)   Kreatif

Seorang murid yang memiliki dimensi kreatif berarti mampu memodifikasi, menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak untuk mengatasi berbagai persoalan baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk lingkungan di sekitarnya.

Dalam usaha mewujudkan Profil Pelajar Pancasila ini, tentunya perlu peran pendidik untuk menuntun anak serta menumbuhkan berbagai karakter/nilai yang dijabarkan. Peran pendidik yang pertama dalam terkait dengan Profil Pelajar Pancasila ini adalah mengenali dan menjalankan profil ini terlebih dahulu. Ketika seorang pendidik mencoba menjalankan profil ini, maka akan lebih mudah bagi murid untuk mengikutinya. Keteladanan seorang guru dalam menjalankan ini pastinya akan dilihat dan kemudian dipelajari oleh para murid.

Profil Pelajar Pancasila ini juga tidak hanya diajarkan dalam mata pelajaran tertentu, namun terintegrasi dalam muatan pembelajaran. Ini berarti cakupan materi dan program yang akan diberikan kepada murid untuk dipelajari dalam proses pembelajaran mampu memunculkan aspekaspek Profil Pelajar Pancasila dalam tiap mata pelajaran. Demi mewujudkan Profil Pelajar Pancasila ini dibutuhkan pendidik yang mumpuni dalam menjadi teladan dan menciptakan perubahan

 

Asas Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009),  pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.



Dasar-Dasar Pendidikan

Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat  menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan  tumbuhnya kekuatan kodrat anak”.

Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas) dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani.  Demikian sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.

Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.

KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”

KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut

Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)

KHD hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.

Budi Pekerti

Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan harmonis antara cipta dan karsa demikian pula Bahagia.

Lebih lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan lainnya.

Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.

Untuk lebih memperdalam pemahaman mengenai Filosopi Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara, kita bisa mencermati bahan bacaan Pendidikan Guru Penggerak berikut ini :

https://drive.google.com/file/d/1kfYvsKhsWqBtAItFFgrcI7aSpoArMbhn/view?usp=sharing

Minggu, 30 Mei 2021

Pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai Pendidikan dan Pengajaran

        


Pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) mengenai pendidikan dan pengajaran yaitu budi pekerti, ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani yang menjadi jiwa dari pendidikan nasional. Ketiga konsep tersebut memiliki makna yang sangat mendasar agar kita sebagai guru bias menempatkan diri sesuai konteks yang ada dan berperan sesuai dengan posisi dan kondisi yang ada pada dirinya. Sehingga perlu ada sinergi dari semua pelaku pendidikan terutama guru sebagai ujung tombak Pendidikan agar selalu mengembangkan diri dengan terus belajar, berbagi dan berkolaborasi untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang sesuai untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional. Konsep kemerdekaan dan kemandirian dalam belajar sesuai ajaran KHD sejatinya hanya bisa diwujudkan dengan pendidikan yang memerdekakan dan membentuk karakter dan budi pekerti yang luhur dengan menempatkan peserta didik dengan tepat yang menurut pemikiran Ki Hadjar Dewantara "pendidikan yang berhamba pada anak".

               Relevansi pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) dengan konteks pendidikan Indonesia saat ini sangat relevan. Pendidikan harus dijadikan sarana untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta budi pekerti peserta didik yang nantinya berujung pada peradaban bangsa yang bermartabat. Pemikiran KHD sangat bagus digunakan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif ,mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis, Dalam konteks pendidikan di sekolah, pemikiran KHD dapat membentuk peserta didik untuk bertanggung jawab terhadap semua tugas yang melekat pada dirinya baik di sekolah maupun di keluarga dan masyarakat.

           Selama ini pemikiran KHD tidak begitu dipelajari dengan utuh dan mendalam tetapi lebih banyak hanya sebagai slogan dalam Pendidikan. Pendidikan kita terlalu lama berkiblat ke luar negeri mencari bentuk yang tepat dan selalu berubah-ubah, begitu pemerintah (Menteri) berganti maka format Pendidikan juga berubah. Kita belum memiliki kemerdekaan dalam menjalankan aktivitas sebagai guru karena adanya regulasi-regulasi yang membelenggu kreativitas dan pemikiran yang kita miliki. Terkadang regulasi itu dari pemerintah atau kadang juga dari kepala sekolah sendiri. Aturan-aturan yang ada belum sepenuhnya memberikan kemerdekaan kepada guru dalam menjalankan aktivitasnya.

     


        Harapan saya sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul Ki Hajar Dewantara adalah saya bisa mengimplementasikan ilmu atau pengalaman yang saya dapat kemudian nantinya saya harap bisa berbagi dan berkolaborasi dengan rekan-rekan guru  lain di sekolah maupun dalam organisasi MGMP dan komunitas guru lainnya. Selain itu saya berharap peserta didik lebih bersemangat, lebih senang dan tidak merasa tertekan dalam menerima pelajaran bahkan menjadikan belajar sebagai sebuah kebutuhan yang bisa dijalani dengan baik dan gembira. Kemudian juga saya berharap mereka lebih aktif dalam setiap proses pembelajaran yang kami lakukan Bersama agar materi yang dipelajari dapat tercapai tujuannya.